Minggu, 21 April 2013

hukum perjanjian


PENGERTIAN PERJANJIAN
Menurut pendapat Sri Soedewi Masjehoen Sofwan menyebutkan bahwa perjanjian itu adalah “suatu peruatan hukum dimana seorang atau lebih mengingatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih”.
Menurut R. Wirjono Prodjodikoro menyebutkan sebagai berikut “suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak , dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.
Selanjutnya menurut pendapat A,Qirom Samsudin Meliala bahwa perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana seorang lain itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.
Dalam kitab undang undang hukum Perdata terjenahan R. subekhi dan R. Tjitrosudibio tidak dipakai istilah perjanjian melainkan yang dipakai adalah perikatan sebagaimana disebut dalam pasal 1233 KUH Perdata. Jadi kedua istilah tersebut sama artinya, tetapi menurut pendapat R.Wirjno Prodjodikoro bahwa:
Perjanjian dan persetujuan adalah berbeda. Persetujuan adalah suatu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan mereka yang bertujuan mengikat kedua belah pihak, sedangkan perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu. Hal sedangkan pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.
Dari kedua definisi yang dikemukakan oleh R. Subekti dan R. Wirjono prodjodikoro di atas pada dasarnya tidak ada perbedaan yang tidak prinsipil. Adanya perbedaan tersebut hanya terletak pada redaksi kalimat yang dipilih untuk mengutarakan maksud dan pengertianya saja. Yang pasti dari perjanjian itu kemudian akan menimbulkan suatu hubungan antara kedua orang atau kedua pihak tersebut.
”Jadi perjanjian dapat menerbitkan perikatan di antara kedua orang atau kedua pihak yang membuatnya itu, di dalam menampakkan atau mewujudkan bentuknya, perjanjian dapat berupa suatu perkataan yang mengandung janji janji atau kesangupan yang diucapkan tuk di tuliskan.
Jenis-jenis Perjanjian :

Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.
Perjanjian Cuma – Cuma
Menurut ketentuan Pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan yang dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatukeuntungan kepada, pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
Perjanjian Atas Beban
Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
Perjanjian Bernama ( Benoemd )
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.
Perjanjian Tidak Bernama ( Onbenoemde Overeenkomst )
Perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak- pihak yang mengadakannya.
Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.
Perjanjian Kebendaan ( Zakelijk )
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).
Perjanjian Konsensual
Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).
Perjanjian Real
Yaitu suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.
10. Perjanjian Liberatoir
Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada(Pasal 1438 KUHPerdata).
11. Perjanjian Pembuktian ( Bewijsovereenkomts )
Suatu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yangberlaku di antara mereka.
12. Perjanjian Untung – untungan
Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian untunguntungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadianyang belum tentu.
13. Perjanjian Publik
Perjanjian publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan (subordinated), jadi tidak dalam kedudukan yang sama(co-ordinated).
14. Perjanjian Campuran
Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai unsurperjanjian di
dalamnya.

DASAR STANDAR KONTRAK
Kontrak adalah Kesepakatan yang dapat dilaksanakan oleh pengadilan berdasarkan hukum yg berlaku, kepatutan dan kelayakan

- Pihak-Pihak dalam Kontrak
Offeror
Oferree
- Persyaratan Kontrak
Kesepakatan (antara offerer & oferre)
Pertimbangan (harga/tawar menawar)
Kapasitas Mengadakan kontrak (normal people, cukup umur)
Obyek yang sah dan tidak melawan hukum.
- Klasifikasi Kontrak
Bilateral -Unilateral
Express : kesepakatan yang ditegaskan melalui lisan/tulisan
Implied in fact : kontrak dimana kesepakatan diprediksi dari perbuatan
Quasi Contract : kontrak yang didasarkan pada kepatutan yang membolehkan adanya perolehan ganti rugi.
Lisan – tertulis
Formal : segel, akta, instrumen yang bisa dinegosiasikan (cek, giro), letter of credit (faktur)
non formal
Valid : memenuhi syarat (4)
Void : batal
Voidable : dibatalkan
kontrak yang tidak bisa dilaksanakan : unsur esensial ok, tapi melawan hukum
Pelaksanaan
Executed (sudah dilaksanakan oleh kedua belah pihak)
Executorry (baru dilaksanakan oleh satu pihak)
( Kapasitas kontrak pihak ) Capacity of the parties contract.
Minor
Mental Illness
Penyebab kegagalan kontrak
Mistake (Kesalahan)
Fraud (Penipuan)
Misrepresentation (Keliru)
Duress (Paksaan)
Undue influence (Pengaruh)
Contractual Remedies (kontrak remedies)
Monetary Damages (Kerusakan Moneter)
Compensator Damage  ( Kompensasi )
Reliance and Restitution Damage ( Ketergantungan dan Ganti rugi )
Consequential Damage ( Konsekuensi )
Liquidated Damage ( Likuidasi )
Punitive Damage ( Hukuman )
Mitigation of Damage ( Peringanan )
Other Remedies
Injunctions ( Keputusan )
Specific Performace ( Perbuatan Spesifik )
SYARAT-SYARAT PERJANJIAN KERJA
Menurut Pasal 1338 ayat (1) bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang sah. Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KHU Perdata.
Pasal 1320 KHU Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada :
1. Kesepakatan
Yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan, atau kekhilafan.
2. Kecakapan
Kecakapan di sini berarti para pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan oleh hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa. Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian.
3. Hal tertentu
Maksudnya objek yang diatur kontrak harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi, tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif.
4. Sebab yang dibolehkan
Maksudnya isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
MACAM-MACAM PERJANJIAN
Berdasarkan waktunya, perjanjian kerja dibagi menjadi:
>> perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT);
>> pekerjaan waktu tidak tertentu (PKWTT).
Sedangan berdasarkan bentuknya, perjanjian kerja dibagi menjadi:
>> tertulis;
>> lisan
PENYEBAB MEMBATALKAN PERJANJIAN
>> pekerja meninggal dunia
>> jangka waktu perjanjian kerja berakhir;
>> adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
>> adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Syarat-syarat sahnya suatu perjanjiann
Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
Pasal 1320 kitab undang-undang perdata (burgelijike wotboek) u8ntuk sahnya suatu perjanjian di[perlukan empat syarat:
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.      Kecakapan untuk mereka yang membuat suatu perjanjian
3.      Suatun hal terrtentu
4.      Suatu sebab yang halal
Unsur Perjanjian
Aspek Kreditur atau disebut aspek aktif :
1). Hak kreditur untuk menuntut supaya pembayaran dilaksanakan;
2). Hak kreditur untuk menguggat pelaksanaan pembayaran
3). Hak kreditur untuk melaksanakan putusan hakim.
Aspek debitur atau aspek pasif terdiri dari :
1). Kewajiban debitur untuk membayar utang;
2). Kewajiban debitur untuk bertanggung jawab  terhadap gugatan kreditur
3). Kewajiban debitur untuk membiarkan barang-  barangnya dikenakan sitaan eksekusi
4)      Kebatalan dan pembatalan suatu perjanjian
Pembatalan ini pada umumnya berakibat bahwa keadaan antara kedua pihak dikembalikan seperti pada waktu perjanjan sebelum dibuat. Kalau yang dimaksudkan oleh undang-undanbg itu untuk melindungi suatun pihak yang membuat perjanjian sebagai mana halnya dengan orang0-orang yang masih dibawah umur/dalam hal te;lah terjadi suatu paksaan, kekilafan atau penipuan, maka opembatalan itu hanya dapat dituntut oleh orang yang hendak dilindungi oleh undang-undang itu. Penuntutsn pembatalan yang daopatr diajukan olerh salah sau pihak yang membuat perjanjian yang dirugikan, karena oerjanjian itu harus dilakukan setelah waktu lima tahun, waktu mana dalam hal suatu perjanjian yang dibuat oleh seorang yang belum dewasa dihitung mulai hari orang itu teklah menjadi dewasa dan dalam hal suatu perjanjian yang dibuat karena kekhilafan atau peni[uan dihitung mulai hari dimana kekhilafan atau penipuan ini diketahuinya. penuntutan pembatalan akan tidak diterima oleh hakim jka terrnyata sudah ada penerimaan baik dari pihak yang rugikan.
Akhirnya, selain dari apa yang diatur dalam B.W. yang diterangkan diatas ini, ada pula kekuasaan yang oelh organisasi woeker (stbl. 1938-5240) diberikan pada hakim untuk membatalkan perjanjian, jika ternyata antara kedua belah pihak telah diletakan kewajiban timbal balik yang satu sama lain jauh tidak seimbang dan ternyata pula satu  pihak berbuat secara bodoh, kurang pengalaman atau dalam keadaan terpaksa.
 Lahir dan hapusnya suatu perjanjian

.    Perikatan-prikatan yang lahir dari perjanjian
Untuk suatu perjanjian yang harus terpenuhi empat syarat yaitu:
1.      Perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikatkan dirinya
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3.      Suatu hal tertentu yang diperjanjiakan
4.      Suatu sebab(oorzaak) yang halal, artinya yang tidak terlarang(pasal:1320).
Selanjutnya undang-undang menghendaki untuk sahnya suatu perjanjian harus ada suatu oorzaak(“caosa”)yang diperbolehakan. Secara leterlijk kata oorzaak atau caosa berarti sebab, tetapi menurut riwayatnya, yang dimaksudkan dengan kata itu ialah tujuan yaitu apa yang dikehendaki oleh kedua pihak dengan mengadakan perjanjian itu. Misalnya, dalam suatu perjanjian jual beli: satu pihak akan menerima sejumlah uang tunai dan pihak lain akan menerima bunga(rente). Dengan kata lain caosa berati: isi perjanjian itu sendiri.
Suatu perjanjian harus dianggap lahir pada waktu tercaiannya suatu kesepakatan antara kedua belah pihak. Orang yang hendak membuat perjanjian harus menyatakan kehendaknya dan kesediannya untuk meningkatkan dirinya. Pernyataan kedua belah pihak bertemu dan sepakat misalnya dengan memasang harga pada barang ditoko, orang yang mempunyai toko itu dianggap telah menyatakan kehendaknya untuk menjual barang-barang itu. Apabila ada sesuatu yang masuk ketoko tersebuit dan menunjuk suatu barang serta membayar harganya dapat dianggap telah lahir suatu perjanjian jual beli yang meletakkan kewajiban pada pemilik toko untuk menyerahkan baran-barang itu

Minggu, 14 April 2013

Hukum Perdata



  
         Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.

Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian bedasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat sebagai BW/KUHPer. BW/KUHPer sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing. Namun demikian berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia(azas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat didalam BW pada saat ini telah diatur secara terpisah/tersendiri oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan fidusia.

Sejarah Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
  • BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
  • WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda

KUHPerdata
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata baratBelanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.

Isi KUHPerdata
KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
1.      Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht mengatur tentang orang sebagai subyek hukum, hukum perkawinan dan hukum keluarga, termasuk waris.
-          Bab I - Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan
-          Bab II - Tentang akta-akta catatan sipil
-          Bab III - Tentang tempat tinggal atau domisili
-          Bab IV - Tentang perkawinan
-          Bab V - Tentang hak dan kewajiban suami-istri
-          Bab VI - Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya
-          Bab VII - Tentang perjanjian kawin
-          Bab VIII - Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau selanjutnya
-          Bab IX - Tentang pemisahan harta-benda
-          Bab X - Tentang pembubaran perkawinan
-          Bab XI - Tentang pisah meja dan ranjang
-          Bab XII - Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak
-          Bab XIII - Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda
-          Bab XIV - Tentang kekuasaan orang tua
-          Bab XIVA - Tentang penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah
-          Bab XV - Tentang kebelumdewasaan dan perwalian
-          Bab XVI - Tentang pendewasaan
-          Bab XVII - Tentang pengampuan
-          Bab XVIII - Tentang ketidakhadiran

2.      Buku 2 tentang Benda / Zaakenrecht. Buku kedua mengatur mengenai benda sebagai obyek hak manusia dan juga mengenai hak kebendaan. Benda dalam pengertian yang meluas merupakan segala sesuatu yang dapat dihaki (dimiliki) oleh seseorang. Sedangkan maksud dari hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan kepada pihak ketiga. Buku kedua tentang benda pada saat ini telah banyak berkurang, yaitu dengan telah diaturnya secara terpisah hal-hal yang berkaitan dengan benda (misal dengan Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, Undang-undang N0. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan . Dalam hal telah diatur secara terpisah oleh suatu peraturan perundang-undangan maka dianggap pengaturan mengenai benda didalam BW dianggap tidak berlaku.
  • Bab I - Tentang barang dan pembagiannya
  • Bab II - Tentang besit dan hak-hak yang timbul karenanya
  • Bab III - Tentang hak milik
  • Bab IV - Tentang hak dan kewajiban antara para pemilik pekarangan yang bertetangga
  • Bab V - Tentang kerja rodi
  • Bab VI - Tentang pengabdian pekarangan
  • Bab VII - Tentang hak numpang karang
  • Bab VIII - Tentang hak guna usaha (erfpacht)
  • Bab IX - Tentang bunga tanah dan sepersepuluhan
  • Bab X - Tentang hak pakai hasil
  • Bab XI - Tentang hak pakai dan hak mendiami
  • Bab XII - Tentang pewarisan karena kematian
  • Bab XIII - Tentang surat wasiat
  • Bab XIV - Tentang pelaksana surat wasiat dan pengelola harta peninggalan
  • Bab XV - Tentang hak berpikir dan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan
  • Bab XVI - Tentang hal menerima dan menolak warisan
  • Bab XVII - Tentang pemisahan harta peninggalan
  • Bab XVIII - Tentang harta peninggalan yang tak terurus
  • Bab XIX - Tentang piutang dengan hak didahulukan
  • Bab XX - Tentang gadai
  • Bab XXI - Tentang hipotek
3.      Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht. Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis). Maksud penggunaan kata “Perikatan” disini lebih luas dari pada kata perjanjian. Perikatan ada yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber dari suatu perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Buku ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar hukum dan peristiwa-peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban perseorangan.
Buku ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht), atau sering juga disebut sifat terbuka, sehingga terhadap beberapa ketentuan, apabila disepekati secara bersama oleh para pihak maka mereka dapat mengatur secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam BW. Sampai saat ini tidak terdapat suatu kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi. Namun demikian, secara logis yang dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang mengatur secara khusus (misal : waktu pengalihan barang dalam jual-beli, eksekusi terlebih dahulu harga penjamin ketimbang harta si berhutang). Sedangkan aturan umum tidak dapat disimpangi (misal : syarat sahnya perjanjian, syarat pembatalan perjanjian).
  • Bab I - Tentang perikatan pada umumnya
  • Bab II - Tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan
  • Bab III - Tentang perikatan yang lahir karena undang-undang
  • Bab IV - Tentang hapusnya perikatan
  • Bab V - Tentang jual-beli
  • Bab VI - Tentang tukar-menukar
  • Bab VII - Tentang sewa-menyewa
  • Bab VIIA - Tentang perjanjian kerja
  • Bab VIII - Tentang perseroan perdata (persekutuan perdata)
  • Bab IX - Tentang badan hukum
  • Bab X - Tentang penghibahan
  • Bab XI - Tentang penitipan barang
  • Bab XII - Tentang pinjam-pakai
  • Bab XIII - Tentang pinjam pakai habis (verbruiklening)
  • Bab XIV - Tentang bunga tetap atau bunga abadi
  • Bab XV - Tentang persetujuan untung-untungan
  • Bab XVI - Tentang pemberian kuasa
  • Bab XVII - Tentang penanggung
  • Bab XVIII - Tentang perdamaian
4.      Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs. Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa. Hukum tentang pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (Herzine Indonesisch Reglement / HIR) namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti. Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu :
a.       Surat-surat
b.      Kesaksian
c.       Persangkaan
d.      Pengakuan
e.       Sumpah
Daluwarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik (acquisitive verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring). Selain itu diatur juga hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau “rechtsverwerking” yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak.
·         Bab I - Tentang pembuktian pada umumnya
·         Bab II - Tentang pembuktian dengan tulisan
·         Bab III - Tentang pembuktian dengan saksi-saksi
·         Bab IV - Tentang persangkaan
·         Bab V - Tentang pengakuan
·         Bab VI - Tentang sumpah di hadapan hakim
·         Bab VII - Tentang kedaluwarsa pada umumnya