Pengertian Hukum Perikatan
Pengertiannya perikatan dapat terjadi jika sudah melalui
perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan menimbulkan suatu hak
dan kewajiban. Dan sumber hukum perikatan adalah Perjanjian dan Undang –
Undang.
3 Hal yang harus diketahui dalam mendefinisikan suatu
perjanjian :
Adanya suatu barang yang akan diberi.
Adanya suatu perbuatan.
Bukan merupakan suatu perbuatan.
Dalam melakukan Perjanjian sah harus disyaratkan pada :
Bebas dalam menentukan suatu perjanjian.
Cakap dalam melakukan suatu perjanjian.
Isi dari perjajian itu sendiri.
Perjanjian dibuat harus sesuai dengan Undang – Undang yang
berlaku.
Seorang yang berpiutang memberikan pinjaman kepada yang
berutang, dan yang berutang tidak bisa memenuhi kewajibannya dalam membayar
utang maka yang berpiutang dapat melakukan tuntutan dengan 3 cara :
Parade Executie (melakukan perbuatan tanpa bantuan dari
pengadilan yang hal ini kaitannya dengan hakim)
Reel executie ( dimana hakim memberikan kekuasaan kepada
berpiutang untuk melakukan suatu perbuatan)
Natuurelijke Verbintenis (Secara suka rela dipenuhi/dibayar)
Hukum Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau
lebih di dalam lapangan harta kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan
pihak yang lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi. Sedangkan perjanjian
adalah perbuatan hukum.
Hukum perikatan hanya berbicara mengenai harta kekayaan
bukan berbicara mengenai manusia. Hukum kontrak bagian dari hukum perikatan.
Harta kekayaan adalah objek kebendaan. Pihak dalam perikatan ada dua yaitu
pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban. Mora kreditoris adalah pihak
kreditur yang berhak dapat merugikan pihak debitur.
Titik tolak hukum :
Penghormatan pada manusia.
Perlindungan.
Penghormatan.
Unsur-unsur perikatan :
Hubungan hukum.
Harta kekayaan.
Pihak yang berkewajiban dan pihak yang berhak.
Prestasi.
Hak dan kewajiban para pihak Debitur :
Berkewajiban membayar utang (Schlud).
Berkewajiban memberikan harta kekayaannya untuk melunasi
hutangnya (HAFTUNG).
Unsur-unsur objek perikatan :
Objek tersebut tidak diperkenankan.
Harus ditentukan, artinya harus ditentukan jenisnya. Contoh
: membeli motor merk Honda.
Harus dimungkinkan, sesuai dengan akal pikiran. Contoh :
pengeluaran lebih besar daripada pendapatan.
Pengaturan hukum perikatan :
Perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata dari pasal
1233-1456 KUH Perdata.
Buku III KUH Perdata bersifat :
-
Terbuka, maksudnya perjanjian dapat dilakukan oleh siapa saja asal tidak
bertentangan dengan undang-undang.
-
Mengatur, maksudnya karena sifat hukum perdata bukan memaksa tetapi disepakati
oleh kedua belah pihak.
-
Melengkapi, maksudnya boleh menambah atau mengurangi isi perjanjian karena
tergantung pada kesepakatan.
Definisi hukum perikatan menurut beberapa tokoh :
Hofmann
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberpaa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian.
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberpaa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian.
Pitlo
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.
Vollmar
Ditinjau dari isinya, ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hakim.
Ditinjau dari isinya, ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hakim.
Unsur-unsur dalam perikatan :
-
Hubungan hukum
Maksudnya adalah bahwa hubungan yang terjadi dalam lalu
lintas masyarakat, hukum melekatkan hak pada satu pihak dan kewajiban pad
apihak lain dan apabila salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya, maka
hukum dapat memaksakannya.
-
Harta kekayaan
Maksudnya adalah untuk menilai bahwa suatu hubungan hukum
dibidang harta kekayaan, yang dapat dinilai dengan uang. Hal ini yang
membedakannya dengan hubungan hukum dibidang moral (dalam perkembangannya,
ukuran penilaian tersebut didasarkan pada rasa keadilan masyarakat).
- Para
pihak
Pihak yang berhak atas prestasi = kreditur, sedangkan yang
wajib memenuhi prestasi = debitur.
-
Prestasi (pasal 1234 KUH Perdata), prestasi yaitu :
Memberikan sesuatu.
Berbuat sesuatu.
Tidak berbuat sesuatu.
Prestasi berupa :
Memberikan sesuatu
Prestasi atau memberikan semua hak milik.
Berbuat sesuatu
Tidak memberikan semua hak milik dan perbuatannya tidak
termasuk memberikan sesuatu.
Tidak berbuat sesuatu
Wanprestasi.
Riele executie :
Pasal 1241 KUH Perdata.
Adalah bahwa kreditur dapat mewujudkan sendiri prestasi yang dijanjikan dengan biaya dari debitur berdasarkan masa yang diberikan hakim, apabila debitur enggan melaksanakan prestasi itu.
Adalah bahwa kreditur dapat mewujudkan sendiri prestasi yang dijanjikan dengan biaya dari debitur berdasarkan masa yang diberikan hakim, apabila debitur enggan melaksanakan prestasi itu.
Debitur dan kreditur
Debitur :
Debitur :
-
Berkewajiban membayar utang (schuld).
-
Berkewajiban memberikan harta kekayaannya untuk melunasi utangnya (Haftung).
Contoh : penjaminan.
Kreditur :
-
Berhak menagih (vordeningsrecht).
-
Berhak menagih harta kekayaan debitur sebesar piutangnya (verhaalsrecht).
Sumber perikatan :
-
Undang-undang (pasal 1352 BW)
UU saja, lahirnya anak (pasal 250) dan hak bertetangga
(pasal 1625).
UU karena perbuatan manusia :
Perbuatan sah, perwakilan sukarela (pasal 1354), pembayaran
tidak wajib (pasal 1359).
Perbuatan melawan hukum :
Perbuatan : berbuat atau tidak berbuat.
Melawan hukum ; sebelum (pasal 1919) dan arti sempit dan
sesudah (pasal 1919) dalam arti luas.
Kerugian ; material dan immaterial.
Kesalahan ; causalitas (condition sinequanon theorie dan adequate theorie).
Kesalahan ; causalitas (condition sinequanon theorie dan adequate theorie).
Perjanjian :
-
Syarat sahnya perjanjian (pasal 1320).
-
Jenis-jenis perjanjian :
Tidak dikenal dalam KUH Perdata : perjanjian beli sewa,
leasing, fiducia.
Dikenal dalam KUH Perdata : perjanjian jual beli, tukar
menukar, sewa menyewa, pinjam mengganti.
Tiga unsur-unsur onrechtmatige :
Perbuatan melawan hukum.
Adanya kesalahan.
Adanya kerugian.
Adanya hubungan causalitas.
Condition sinequanon theorie adalah hubungan semua unsur
dari semua akibat adalah sebab. Sedangkan adequate theorie adalah semua sebab
yang menimbulkan akibat harus di hukum. Sedangkan sub norm theorie adalah
sesuatu yang melawan hukum berarti melawan hukum
Objek perikatan disebut prestasi.
Wanprestasi
Bentuk wanprestasi :
Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan.
Debitur terlambat memenuhi perikatan.
Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.
Akibatnya adalah jika merugikan wajib mengganti kerugian.
Ganti rugi.
Pembatalan.
Pelaksanaan + ganti rugi.
Pembatalan + ganti rugi.
Keliru ada dua yaitu :
Keliru karena kualitasnya, contoh : A membeli beras dari B
tetapi, kemudian A membayar Rp 5000 tanpa tahu kualitas beras yang diberikan B.
Keliru karena bentuknya, contoh : A memesan beras rojo lele
dari B, akan tetapi B mengirimkan beras pandan kepada A.
Overmacht (keadaan memaksa) :
Pasal 1244.
Unsur-unsur overmacht.
Ada 3 unsur yang harus dipenuhi untuk keadaan memaksa, yaitu
:
Tidak memenuhi prestasi.
Ada sebab yang terletak diluar kesalahan debitur.
Factor penyebab itu tidak diduga sebelumnya dan tidak
dipertanggungjawabkan kepada debitur.
Akibat dari overmacht, yaitu kreditur tidak dapat menuntut
agar perikatan itu dipenuhi tidak dapat mengatakan debitur berada dalam keadaan
lalai dan karena itu tidak dapat menuntut.
Pengertian Risiko adalah
Suatu ajaran tentang siapakah yang harus menanggung ganti
rugi apabila debitur tidak memenuhi prestasi dalam keadaan overmacht.
Luas ganti rugi (kerugian yang nyata) Pasal 1246.
Kerugian yang diduga (Pasal 1247).
Akibat hukumnya adalah wajib membayar penggantian biaya,
rugi dan bunga.
Biaya adalah ongkos-ongkos yang dkeluarkan oleh debitur.
Rugi adalah berkurangnya harta kekayaan dari kreditur.
Bunga adalah sesuatu yang harus diperoleh kreditur.
Penetapan lalai (somasi)
Penetapan lalai merupakan upaya untuk sampai kepada suatu saat dimana debitur dinyatakan ingkar janji atau disebut lalai. Terdapat dalam Pasal 1238 KUH Perdata.
Penetapan lalai merupakan upaya untuk sampai kepada suatu saat dimana debitur dinyatakan ingkar janji atau disebut lalai. Terdapat dalam Pasal 1238 KUH Perdata.
Si ber-utang adalah lalai, apabila :
Dengan surat perintah (bevel).
Dengan akte sejenis (soortgelijke akte) itu telah dinyatakan
lalai.
Demi perikatannya sendiri yang menetapkan bahwa berutang
lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Akibat hukumnya adalah wajib membayar penggantian biaya rugi
dan bunga. Jika ada somasi yang lebih dari satu, dengan tanggal berbeda, maka
yang dipakai adalah yang paling ringan, bukan paling lama.
Perbuatan dalam perjanjian terdiri dari :
Perbuatan biasa.
Perbuatan hukum.
Perbuatan melawan hukum.
Jenis-jenis perikatan :
Isi dari prestasinya, antara lain :
Perikatan positif dan negative.
Perikatan positif adalah perikatan yang prestasinya berupa
perbuatan nyata, misalnya memberi atau berbuat sesuatu. Sedangkan pada
perikatan negative prestasinya berupa tidak berbuat sesuatu.
Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan.
Adakalanya untuk pemenuhan perikatan cukup hanya dilakukan
dengan salah satu perbuatan saja dan dalam waktu yang singkat tujuan perikatan
telah tercapai, misalnya perikatan untuk menyerahkan barang yang dijual dan
membayar harganya.
Perikatan-perikatan semacam ini disebut perikatan sepintas lalu. Sedangkan perikatan, dimana prestasinya bersifat terus menerus dalam jangka waktu tertentu, dinamakan perikatan berkelanjutan. Misalnya perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan sewa menyewa atau persetujuan kerja.
Perikatan-perikatan semacam ini disebut perikatan sepintas lalu. Sedangkan perikatan, dimana prestasinya bersifat terus menerus dalam jangka waktu tertentu, dinamakan perikatan berkelanjutan. Misalnya perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan sewa menyewa atau persetujuan kerja.
Perikatan alternative.
Perikatan alternative adalah suatu perikatan, dimana debitur
berkewajiban melaksanakan satu dari dua atau lebih prestasi yang dipilih, baik
menurut pilihan debitur, kreditur atau pihak ketiga, dengan pengertian bahwa
pelaksanaan daripada salah satu prestasi mengakhiri perikatan. Menurut pasal
1272 BW, bahwa dalam perikatan alternative debitur bebas dari kewajibannya,
jika ia menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan.
Perikatan fakultatif.
Perikatan fakultatif adalah suatu perikatan yang objeknya
hanya berupa satu prestasi, dimana debitur dapat mengganti dengan prestasi
lain. Jika pada perikatan fakultatif, karena keadaan memaksa prestasi
primairnya tidak lagi merupakan objek perikatan, maka perikatannya menjadi
hapus. Berlainan halnya pada perikatan alternative, jika salah satu prestasinya
tidak lagi dapat dipenuhi karena keadaan memaksa, perkataannya menjadi murni.
Perikatan generic dan spesifik.
Perikatan generic adalah perikatan dimana objeknya
ditentukan menurut jenis dan jumlahnya. Sedangkan perikatan spesifik adalah
perikatan yang objeknya ditentukan secara terperinci.
Arti penting perbedaan antara perikatan generic dan spesifik
adalah dalam hal :
Resiko
Pada perikatan spesifik, sejak terjadinya perikatan
barangnya menjadi tanggungan kreditur. Jadi jika bendanya musnah karena keadaan
memaksa, maka debitur bebas dari kewajibannya untuk berprestasi (pasal 1237 dan
1444 BW).
Tempat pembayarannya (pasal 1393)
Pasal 1393 BW menentukan bahwa jika dalam persetujuan tidak
ditetapkan tempat pembayaran, maka pemenuhan prestasi mengenai barang tertentu
berada sewaktu persetujuan dibuat. Sedangkan pembayaran mengenai barang-barang
generic harus dilakukan ditempat kreditur.
Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi.
Apakah suatu perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung
apakah prestasinya dapat dibagi-bagi atau tidak. Pasal 1299 BW menentukan bahwa
jika hanya ada satu debitur atau satu kreditur prestasinya harus dilaksanakan
sekaligus, walaupun prestasinya dapat dibagi-bagi. Baru timbul persoalan apakah
perikatan dapat dibagi-bagi atau tidak jika para pihak atau salah satu pihak
dan pada perikatan terdiri dari satu subjek. Hal ini dapat terjadi jika debitur
atau krediturnya meninggal dan mempunyai ahli waris lebih dari satu. Akibat
daripada perikatan yang tidak dapat dibagi-bagi, adalah bahwa kreditur dapat
menuntut terhadap setiap debitur atas keseluruhan prestasi atau debitur dapat
memenuhi seluruh prestasi kepada salah seorang kreditur, dengan pengertian
bahwa pemenuhan prestasi menghapuskan perikatan.
Subjek-subjeknya, antara lain :
Perikatan solider atau tanggung renteng.
Suatu perikatan adalah solider atau tanggung renteng, jika
berdasarkan kehendak para pihak atau ketentuan Undang-Undang :
Setiap kreditur dari dua atau lebih kreditur-kreditur dapat
menuntut keseluruhan prestasi dari debitur, dengan pengertian pemenuhan
terhadap seorang kreditur membebaskan debitur dari kreditur-kreditur lainnya
(tanggung renteng aktif).
Setiap debitur dari dua atau lebih debitur-debitur
berkewajiban terhadap kreditur atas keseluruhan prestasi. Dengan dipenuhinya
prestasi oleh salah seorang debitur, membebaskan debitur-debitur lainnya
(tanggung renteng pasif).
Tanggung renteng terjadi karena :
Berdasarkan pernyataan kehendak
Menurut pasal 1278 BW terdapat perikatan tanggung renteng
aktif, jika dalam persetujuan secara tegas dinyatakan bahwa kepada
masing-masing kreditur diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh prestasi.
1.Berdasarkanketentuanundang-undang
Perikatan tanggung renteng yang timbul dari undang-undang tidak banyak kita jumpai. Undang-undang hanya mengatur mengenai perikatan tanggung renteng pasif. Ketentuan-ketentuan yang mengatur perikatan tanggung renteng dalam BW adalah pasal 563 BW ayat 2. Mereka yang merampas dengan kekerasan dan orang yang menyuruhnya tanggungjawab untuk seluruhnya secara tanggung menanggung.
Perikatan tanggung renteng yang timbul dari undang-undang tidak banyak kita jumpai. Undang-undang hanya mengatur mengenai perikatan tanggung renteng pasif. Ketentuan-ketentuan yang mengatur perikatan tanggung renteng dalam BW adalah pasal 563 BW ayat 2. Mereka yang merampas dengan kekerasan dan orang yang menyuruhnya tanggungjawab untuk seluruhnya secara tanggung menanggung.
Akibat daripada perikatan tanggung renteng aktif adalah
setiap kreditur berhak menuntut pemenuhan seluruh prestasi, dengan pengertian
bahwa pelunasan kepada salah satu daripadanya, membebaskan debitur dari
kewajibannya terhadap kreditur-kreditur lainnya (pasal 1278 BW). Sebaliknya
debitur sebelum ia digugat, dapat memilih kepada kreditur yang manakah ia akan
memenuhi prestasinya.
Pelepasan perikatan tanggung renteng
Pelepasan sepenuhnya mengakibatkan hapusnya tanggung
renteng. Sedangkan pada pelepasan sebagian, bagi debitur-debitur yang tidak
dibebaskan dari tanggung renteng, masih tetap terikat secara tanggung renteng
atas utang yang telah dikurangi dengan bagian debitur yang telah dibebaskan
dari perikatan tanggung renteng.
Hapusnya perikatan tanggung renteng
Perikatan hapus jika debitur bersama-sama membayar utangnya
kepada kreditur atau debitur membayar kepada semua kreditur. Novasi antara
kreditur dengan para debiturnya, menghapuskan pula perikatan.
Perikatan principle atau accesoire.
Apabila seorang debitur atau lebih terikat sedemikian rupa,
sehingga perikatan yang satu sampai batas tertentu tergantung kepada perikatan
yang lain, maka perikatan yang pertama disebut perikatan pokok sedangkan yang
lainnya perikatan accesoire. Misalnya perikatan utang dan borg.
Dalam satu persetujuan dapat timbul perikatan-perikatan pokok dan accesoire, misalnya pada persetujuan jual beli, perikatan untuk menyerahkan barang merupakan perikatan pokoknya, sedangkan kewajiban untuk memelihara barangnya sebagai bapak rumah tangga yang baik sampai barang tersebut diserahkan merupakan perikatan accesoire.
Dalam satu persetujuan dapat timbul perikatan-perikatan pokok dan accesoire, misalnya pada persetujuan jual beli, perikatan untuk menyerahkan barang merupakan perikatan pokoknya, sedangkan kewajiban untuk memelihara barangnya sebagai bapak rumah tangga yang baik sampai barang tersebut diserahkan merupakan perikatan accesoire.
Perikatan menjadi murni bila :
Jika salah satu barang tidak lagi merupakan objek perikatan
(pasal 1274).
Debitur atau kreditur telah memilih prestasi yang akan
dilakukan.
Jika salah satu prestasi tidak mungkin lagi dipenuhi (pasal
1275).
Prestasi yang tidak dapat dibagi-bagi dibedakan :
Menurut sifatnya
Menurut pasal 1296 BW perikatan tidak dapat dibagi-bagi,
jika objek daripada perikatan tersebut yang berupa penyerahan sesuatu barang
atau perbuatan dalam pelaksanaannya tidak dapat dibagi-bagi. Menurut Asser’s,
dalam pengertian hukum sesuatu benda dapat dibagi-bagi jika benda tersebut
tanpa mengubah hakekatnya dan tidak mengurangi secara menyolok nilai harganya
dapat dibagi-bagi dalam bagian-bagian.
Menurut tujuan para pihak
Menurut tujuannya perikatan adalah tidak dapat dibagi-bagi,
jika maksud para pihak bahwa prestasinya harus dilaksanakan sepenuhnya,
sekalipun sebenarnya perikatan tersebut dapat dibagi-bagi. Perikatan untuk
menyerahkan hak milik sesuatu benda menurut tujuannya tidak dapat dibagi-bagi,
sekalipun menurut sifat prestasinya, dapat dibagi-bagi.
Perikatan bersyarat.
Suatu perikatan adalah bersyarat, jika berlakunya atau
hapusnya perikatan tersebut berdasarkan persetujuan digantungkan kepada terjadi
atau tidaknya suatu peristiwa yang akan datang yang belum tentu terjadi. Dalam
menentukan apakah syarat tersebut pasti terjadi atau tidak harus didasarkan
kepada pengalaman manusia pada umumnya.
Menurut ketentuan pasal 1253 BW bahwa perikatan bersyarat
dapat digolongkan ke dalam :
Perikatan bersyarat yang menangguhkan
Pada perikatan bersyarat yang menangguhkan, perikatan baru berlaku setelah syaratnya dipenuhi. Misal : A akan menjual rumahnya kepada B, jika A diangkat menjadi duta besar. Jika syarat tersebut dipenuhi (A menjadi duta besar), maka persetujuan jual beli mulai berlaku. Jadi A harus menyerahkan rumahnya dan B membayar harganya.
Pada perikatan bersyarat yang menangguhkan, perikatan baru berlaku setelah syaratnya dipenuhi. Misal : A akan menjual rumahnya kepada B, jika A diangkat menjadi duta besar. Jika syarat tersebut dipenuhi (A menjadi duta besar), maka persetujuan jual beli mulai berlaku. Jadi A harus menyerahkan rumahnya dan B membayar harganya.
Perikatan bersyarat yang menghapuskan
Pada perikatan bersyarat yang menghapuskan, perikatan hapus
jika syaratnya dipenuhi. Jika perikatan telah dilaksanakan seluruhnya atau
sebagian, maka dengan dipenuhi syarat perikatan, maka :
Keadaan akan dikembalikan seperti semula seolah-olah tidak
terjadi perikatan.
2.Hapusnya perikatan untuk waktu selanjutnya.
Dapat dikemukakan sebagai contoh bahwa perikatan yang harus dikembalikan dalam keadaan semula, adalah misalnya A menjual rumahnya kepada B dengan syarat batal jika A menjadi Duta Besar. Jika syarat tersebut dipenuhi, maka rumah dan uang harus dikembalikan kepada masing-masing pihak.
Syarat-syarat yang tidak mungkin dan tidak susila. Menurut pasal 1254 BW, syarat yang tidak mungkin terlaksana dan bertentangan dengan kesusilaan adalah batal. Perumusan pasal tersebut adalah tidak tepat, karena bukan syaratnya yang batal akan tetapi perikatannya yang digantungkan pada syarat tersebut. Syarat yang tidak mungkin harus ditafsirkan sebagai syarat yang secara objektif tidak mungkin dipenuhi. Jika hanya debitur tertentu saja yang tidak memenuhi syaratnya, tidak dapat mengakibatkan perikatan batal. Misal A memberikan uang kepada B dengan syarat jika ia melompat dari ketinggian 100 meter, adalah batal. Akan tetapi jika A memberikan uang kepada B dengan syarat jika ia berenang dipemandian adalah sah, sekalipun B tidak dapat berenang.
Dapat dikemukakan sebagai contoh bahwa perikatan yang harus dikembalikan dalam keadaan semula, adalah misalnya A menjual rumahnya kepada B dengan syarat batal jika A menjadi Duta Besar. Jika syarat tersebut dipenuhi, maka rumah dan uang harus dikembalikan kepada masing-masing pihak.
Syarat-syarat yang tidak mungkin dan tidak susila. Menurut pasal 1254 BW, syarat yang tidak mungkin terlaksana dan bertentangan dengan kesusilaan adalah batal. Perumusan pasal tersebut adalah tidak tepat, karena bukan syaratnya yang batal akan tetapi perikatannya yang digantungkan pada syarat tersebut. Syarat yang tidak mungkin harus ditafsirkan sebagai syarat yang secara objektif tidak mungkin dipenuhi. Jika hanya debitur tertentu saja yang tidak memenuhi syaratnya, tidak dapat mengakibatkan perikatan batal. Misal A memberikan uang kepada B dengan syarat jika ia melompat dari ketinggian 100 meter, adalah batal. Akan tetapi jika A memberikan uang kepada B dengan syarat jika ia berenang dipemandian adalah sah, sekalipun B tidak dapat berenang.
Perikatan dengan ketentuan waktu.
Perikatan dengan ketentuan waktu adalah perikatan yang
berlaku atau hapusnya digantungkan kepada waktu atau peristiwa tertentu yang
akan terjadi dan pasti terjadi. Waktu atau peristiwa yang telah ditentukan
dalam perikatan dengan ketentuan waktu itu pasti terjadi sekalipun belum
diketahui bila akan terjadi. Jadi dalam menentukan apakah sesuatu itu merupakan
syarat atau ketentuan waktu, harus melihat kepada maksud dari pada pihak.
Perikatan dengan ketentuan waktu dapat dibagi menjadi :
Ketentuan waktu yang menangguhkan
Menurut beberapa penulis ketentuan waktu yang menanggungkan,
menunda perikatan yang artinya perikatan belum ada sebelum saat yang ditentukan
terjadi. Lebih tepat kiranya apa yang telah ditentukan oleh pasal 1268 BW bahwa
perikatannya sudah ada, hanya pelaksanaannya ditunda. Debitur tidak wajib
memenuhi prestasi sebelum waktunya tiba, akan tetapi jika debitur memenuhi
prestasinya, maka ia tidak dapat menuntut kembali.
Ketentuan waktu yang menghapuskan
Mengenai ketentuan waktu yang menghapuskan tidak diatur oleh
masing-masing secara umum. Memegang peranan terutama dalam perikatan-perikatan
yang berkelanjutan, misalnya pasal 1570 dan pasal 1646 sub 1 BW. Dengan
dipenuhi ketentuan waktunya, maka perikatan menjadi hapus. Seorang buruh yang
mengadakan ikatan kerja untuk satu tahun, setelah lewat waktu tersebut tidak
lagi berkewajiban untuk bekerja.
Perikatan Yang Terjadi Karena Persetujuan
Persetujuan pada umumnya yaitu terdapat dalam pasal
1313 BW memberikan definisi mengenai persetujuan sebagai berikut : “persetujuan
adalah suatu perbuatan, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih”. Rumusan tersebut selain tidak lengkap juga
sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja.
Sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga
perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum.
Sehubungan dengan itu perlu kiranya diadakan perbaikan
mengenai definisi tersebut, yaitu :
Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu
perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum.
Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya”
dalam pasal 1313 BW.
Sehingga perumusannya menjadi persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Sehingga perumusannya menjadi persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga
sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi
menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini
tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari
undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari
undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen
toedoen)
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
.Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah
perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH
Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain
dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban
pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber
perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu
: kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar
(obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim.
Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber
perikatan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan
manusia
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
Asas-asas Hukum Perikatan Nasional
Disamping kelima asas yang telah diuraikan diatas, dalam
Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN), Departemen Kehakiman RI pada tanggal 17–19 Desember 1985 telah
berhasil dirumuskannya delapan asas hukum perikatan nasional.[1] Kedelapan asas tersebut adalah sebagai berikut :
1) Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang
yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan
diantara mereka dibelakang hari.
2) Asas Persamaan Hukum
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum
yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama
dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya,
walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
3) Asas Kesimbangan
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah
pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk
menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui
kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan
perjanjian itu dengan itikad baik.
4) Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai figur hukum mengandung kepastian hukum.
Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai
undang-undang bagi yang membuatnya.
5) Asas Moralitas
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu
perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk
menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming,
yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan
mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya.
Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan
perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan
hati nuraninya.
6) Asas Kepatutan
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas
ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan
berdasarkan sifat perjanjiannya.
7) Asas Kebiasaan
Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu
perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi
juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.
8) Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur
dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat
perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang
lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam
menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum
sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas
merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat
kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai
dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak
Hapusnya Perikatan
1. Pembayaran : dapat uang atau barang yang dilakukan oleh
debitur atau pihak penangung.
Penanggung menggantikan debitur, penggatian kedudukan debitur disebut subrogasi
2. Pembayaran à menolak
Debitur dapat menitipkan pembayaran ke Panitera Pengadilan Negeri untuk disimpan disebut konsinyasi.
Risiko atas barang dan uang pembayaran dan segala biaya penyimpanan menjadi tanggung jawab kreditur .
3. Pembaharuan hutang/novasi:
– novasi obyektif aktif
– novasi subyektif pasif
4. Perjumpaan hutang/perhitungan hutang/compensation
Syarat terjadinya Ps 1427
Semua hutang dapat diperjumpakan kecuali yang disebut dalam Ps 1429
5. Percampuran hutang à kreditur dan debitur satu tangan –Ps 1436 dan perhatikan Ps 1437
Pembebasan hutang à karena debitur dengan tegas melepaskan haknya atas pemenuhan prestasi.
Syarat: Ps 1438 dan 1439
6. Musnahnya barang yang terhutang tetapi diluar kesalahan debitur
Debitur yang menguasai dengan iktikad jelek à mencuri, maka musnahnya barang tidak membebaskan debitur untuk menganti barang yang musnah atau hilangnya Ps 1444 dan 1445
7. Pembatalan
Ps. 1466 tertulis batal demi hukum tetapi artinya dapat dibatalkan/atau batal demi hukum
8. Daluwarsa / Verjaring
(Extinctieve Verjaring – Ps 1967)
Penanggung menggantikan debitur, penggatian kedudukan debitur disebut subrogasi
2. Pembayaran à menolak
Debitur dapat menitipkan pembayaran ke Panitera Pengadilan Negeri untuk disimpan disebut konsinyasi.
Risiko atas barang dan uang pembayaran dan segala biaya penyimpanan menjadi tanggung jawab kreditur .
3. Pembaharuan hutang/novasi:
– novasi obyektif aktif
– novasi subyektif pasif
4. Perjumpaan hutang/perhitungan hutang/compensation
Syarat terjadinya Ps 1427
Semua hutang dapat diperjumpakan kecuali yang disebut dalam Ps 1429
5. Percampuran hutang à kreditur dan debitur satu tangan –Ps 1436 dan perhatikan Ps 1437
Pembebasan hutang à karena debitur dengan tegas melepaskan haknya atas pemenuhan prestasi.
Syarat: Ps 1438 dan 1439
6. Musnahnya barang yang terhutang tetapi diluar kesalahan debitur
Debitur yang menguasai dengan iktikad jelek à mencuri, maka musnahnya barang tidak membebaskan debitur untuk menganti barang yang musnah atau hilangnya Ps 1444 dan 1445
7. Pembatalan
Ps. 1466 tertulis batal demi hukum tetapi artinya dapat dibatalkan/atau batal demi hukum
8. Daluwarsa / Verjaring
(Extinctieve Verjaring – Ps 1967)
Perikatan itu bisa dihapus jika memenuhi kriteria – kriteria
sesuai dengan pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 cara penghapusan suatu perikatan
adalah sebagai berikut :
1. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian sukarela.
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan.
3. Pembaharuan utang.
4. Penjumpaan uang atau kompensasi.
5. Pencampuran utang.
6. Pembebasan utang.
7. Musnahnya barang yang terutang.
8. Batal / pembatalan.
9. Berlakunya suatu syarat batal.
10. Lewat waktu.
1. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian sukarela.
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan.
3. Pembaharuan utang.
4. Penjumpaan uang atau kompensasi.
5. Pencampuran utang.
6. Pembebasan utang.
7. Musnahnya barang yang terutang.
8. Batal / pembatalan.
9. Berlakunya suatu syarat batal.
10. Lewat waktu.
Sumber :
www.google.com/lovelycimutz’s blog

Tidak ada komentar:
Posting Komentar